Rabu, 29 April 2015

Ada Apa dengan Celengan?

Tempo edisi Juni 2010 pernah berurusan dengan polisi gara-gara gambar celengan.  Korps kepolisian saat itu marah karena ilustrasi tentang rekening gendut perwira tinggi polisi berupa sebuah celengan babi.  Apabila digambarkan polisi menunggang babi, atau berburu babi, mungkin mrerka tidak semarah itu.  Ada apa dengan celengan?

Di Amerika Serikat, 1943, pernah dibuat celengan politis berbahan bubur kertas, berbentuk babi dengan jagung dimasukkan di kepelanya.  ini sindiran terhadap tokoh diktator Jerman, Adolf Hitler.  Ada pula kisah humanis tulisan seorang Belanda pada 1943, mengenai Amat yang menabung untuk lebaran dan akhirnya memberikan uang tabungannya itu kepada pengemis pada hari Lebaran.

Celengan, menyimpan sejarah, dimensi, dan budaya yang sarat makna, setidaknya sejak uang dikenal dan menjadi alat tukar.

Belum ada catatan yang mengklaim, bilakah celengan pertama kali ditemukan, digunakan, atau dibuat.  Namun, sebuah kotak penyimpan uanag serupa celengan diperkirakan berasal dari abad II Sebelum Masehi (SM) ditemukan di wilayayah koloni Yunani, di Asia Kecil (Nur Syam, Madzhab-madzab Antropologi, 2007).  Meerka meny6ebut kotak penyimpan uang sebagai thesaurus atau treasury.  Pada saat ditemukan, belum ada yagng tahu fungsinya.  Apakah kotak itu merupakan mainan anak-anak atau persembahan dewa.  Namun, karena ditemukan di kuil Yunani, kotak tersebut lebih dikenal sebagai persembahan dewa yang diperkirakan dibuat pada masa  imperium Romawi sekitar 500 SM-400 M.  Bentuk paling lazim untuk clelengan pada masa itu adalah payudara perempuan, yang lazim untuk simbol kemakmuran.  Kotak penyimpanan uang dengan berbagai bentuk juga ditemukan di Pompeii dan Herculaneum, juga di Roma.

Pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14 M), celengan adalah benda yang hampir dipunyai semua penduduk.  Dalam perjalanannya, celengan menyimpan berbagai macam kisah menarik, termasuk kisah politik.

Multi gulungan sejarah Tiongkok yang ditulis Sima Qian antara 109 dan 91 SM, memperlihatkan adanya moralitas celengan.  diceritakan, Gongsun Hong, seorang Menteri Tinggi yang dilahirkan dalam keadaan miskin, bekerja sebagai sipir penjara, gembala babi, dan pekerjaan rendahan lain selama paruh pertama hidupnya.  Ketika berumur 40 tahn, dia menjadi seorang profesor di mahkamah Kaisar Wu (141-87 SM).

Sebelum ia meninggalkan desanya untuk memulai kehidupan baru, seorang pria tua menyuruhnya untuk mengambil pelajaran dari celengan:  jika kamu memenuhi diri dengan harta, kamu akan hancur.  Hiduplah hemat seperti kesederhanaan celengan itu sendiri.  Dengan cara itu, kamu akan mendapatkan uang secara bertahap, kehormatan dan tak seorang pun yang akan mendobrakmu untuk mendapatkan kekayaan dari dalam dirimu.  Gongsun Hong menuruti nasihat itu hingga akhirnya terkenal karena kejujurannya dan sikap anti korupnya.

Indonesia juga memiliki riwatyat celengannya sendiri.  Dalam pameran di  Benteng Vredeburg di Yogyakarta pada 2010, misalnya, dittampilkan berbagai kisah celengan.  Salah satunya celengan tertua berupa gerabah babi berkalung kelintingan dri Trowulan, Jawa Timur.  Celengan babi sejak lama ada dalam sejarah kita.  Bahkan kata "celengan" pun berinduk pada kata "celeng" alias babi.

Dalam masyarakat Hindu, di Bali, misalnya, bentuk cleng yang berkonotasi simpanan atau tumpukan kekayaan sudah ada sejak dulu kala.  Maknanya tak hanya ekonomi, sosial, bahkan juga kultural hingga spiritual.  Dalam tradiisi Hindu, mempersembahkan babi (celeng) pada ritual keagamaan-sampai kini dilaksanakan di Bali, merupakan lambang syukur atas kemakmuran.  Lalu mereka membuat benda mirip celeng dengan menghilangkan simbol ketamakan celeng untuk menabung hartanya.  harta berharga saat itu adalah uang kepeng.


Sabtu, 25 April 2015

Kafiyeh

Kafiyeh, juga ditulis keffiyeh, kufiya, juga disebut ghutrah, shlemagh, mashadah, dan dalam bahasa Parsi disebut chafiye, menurut cerita berasal dari kota Kufa, 170 kilometer sebelah selatan Baghdad, ibu kota Irak.  Kain persegi iempat ini biasa digunakan kaum lelaki Arab sebagai penutup kepala dan leher agar tidak langsung terkena sinar matahari.

Paling tidak ada tiga warna dan corak kafiyeh: putih polos, bercorak hitam-putih, dan bercorak merah-putih, dan bercorak merah-putih.  Kafiyeh marna putih populer di negara Teluk, seperti Bahrain dan Kuwait.  Adapun di Jornadia, kafiyeh yang populer bercorak merah-putih yang dianggap sebagai simbol warisan budaya Jordania.

Orang Palestina secara tradisionla  menggunakan kafiyeh dnegan corak hitam-putih.  Kafiyeh adalah bagian dari pakaian tradisional Palestina.  Namun, pada 1930-an, ketika mullai berkobar Revolusi Arab, simbol tradisional itu menjelma menjadi simbol nasionalisme.  Bahkan, ketika lahir gerakan perlawanan Palestina pada 1960-an, kafiyeh menjadi simbol perlawanan,  apalagi setelah dikenakan pemimpin PLO Yasser Arafat.

Sejak saat itu, kafiyeh menjadi trademark Arafat.  selain menggunakan kafiyeh, Arafat memakai scarf sepadan dengan motif kafiyeh-hitam-putih- untuk menutup bahu kanannya.  Kafiyeh akhirnya menjadi simbol Arafat sebagai tokoh perjuangan dan pemimpin politik.

Kafiyeh pun menjadi simbol perlawanan menghadapi pemerintah kolonialis Israel, simbol perjuangan mewujudkan negara Palestina merdeka.  Kafiyehj uga digunakan para pejuang intifadah.