Rabu, 04 November 2009

PROFIL PEJUANG TNI (PAHLAWAN LOKAL KABUPATEN JEMBER)

LETKOL MOCHAMMAD SROEDJI

KARIER MILITER SANG KOMANDAN
Mochammad Sroedji lahir di Bangkalan 1 Februari 1914, dari pasangan bapak H Hasan dengan ibu Hj Amna. Istri beliau bernama Hj Mas Roro Rukmini yang lahir dari pasangan M. Nitisasmito danSiti Mariyam. Beliau mempunyai anak yaitu: Drs. H. Sucahjo Sroedji, Drs. H Supomo Sroedji, Soedi Astutik Sroeddji, Poedji ejeki Irawati Sroedji

Beliau awlnya bersekolah di HIS (Hollands Indische School) kemudian di Ambactsleergang. Beliau pernah mengikuti Pendidikan Tinggi Opsir Tentara PETA di Bogor dengan pangkat Tjudantjo Peta Besuki yang dipimpin Daidantjo Moch Soewito. Sesudah menjalani masa pendidikan formal sampai tahun 1943 kemudian belau di angkat menjadi Pegawai Jawatan Kesehatan (Mantri Malaria) di Kabupaten Jember. Karir militer dimulai dari Sjudantjo di Peta (Dai I Dan) pada bulan oktober 3 Agustus 1945 di Jember. Beluau ikut memelopori terbentuknya BKR (Badan Kemamanan Rakyat) dan TKR (Tentara Kemanana Rakyat) di karesidenan Besuki. pada bulan September 1945 s/d Desember 1946 berturut-turut dilantik sebagai Komandan Batalyon 1Resiman IV Divisi VII TKR (tentara Kemanan Rakyat) yang berdomisili di Kencong, Jember. Pada tahun 1946 beliau dikirim ke front pertempuran di daerah Karawang dan Bekasi Propinsi Jawa Barat.


Pada Januari 1947 sampai dengan April 1948 menjadi Komandan Resimen 40 Menak Koncar dan merangkap jabatan sebagai Komandan divisi VII Surapati berkedudukan di Lumajang. saat terjadi pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, Pak Radji (nama samaran Sroedji dalam perjuangan) yang sabar, tenang dan suka bergaul itu diangkat sebgai komandan sgap (Staf Gabungan Angkatan Perang) yang bertugas menumpas ekor pemberontakan PKI di daerah Blitar. dalam tugasnya tersebut Resimen 39 didukung oleh Batalyon pimpinan sjafiuddin, Batalyon pimpinan Magenda, Batalyon Soeramin dan Batalyon Darsan Iroe.

Setelah itu pada bulan Mei 1948 sampai dengan Agustus 1949 menjadi komandan resimen 50 Damarwulan pada Divisi VII. resimen ini berubah menjadi Brigade II Damarwulan divisi I Jawa Timur. Brigade II Damarwulan mengadakan wingate-action di Jurusan Lumajang - Klakah - Jember - Banyuwangi. setelah menempuh jarak kurang lebih 500 km pejalalan selam 51 hari, dimana psepanjang perjalanan wingate-action banyak mengalami pertempuran.

Menyebut nama Damarwulan sebagai nama komando, mengingatkan kita pada legenda zaman Majapahit, seorang ksatria dari kerajaan tersebut ditugaskan mnundukkan Menak Jinggo, adipati Blambanan yang membangkang. sejauh mana pertimbangan untuk menyebut Damarwulan untuk komando itu kurang jelas, tetapi nyatanya telah disepakati bahwa brigade III Divisi I disebut Damarwulan.

RESIMEN 50 DAMARWULAN HIJRAH
Perjanjian Renville banyak ditentang rakyat sehingga Perdana Mendteri pada wakil presiden Drs. Muhammad Hatta. Hatta membentuk kabinet tanpa menyertakan kelompok sosialis dan melaksanakan rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang/ REra untuk menormalkan TNI yang telah dikacaukan Perdana Menteri Mr. Amir Syarifuddin.. Rera banyak memangkas kekuatan komunis di TNI sehingga Mr. Amir Syarifuddin, Muso dan kelompok Komunis kecewa terhadap rera dan kemudian memberontak pada tanggal 18 September 1948 yang terkenal sebagaio Peristiwa Madiun.

Konsekuensi dari perjanjian Renville maka para pejuang harus melakukan gencatan senjata dan pengosongan daerah dari pejuang di Jember. utnuk pengosongan tersebut disarankan hijrah ke Tulungangung, Kepanjen Malang, Kediri dan Blitar sebagai batas wilayah Republik Indonesia sebelah timur sesuai perjanjian Renville. walaupun hijrah tersebut mengecawakan para pejuang tetapi mereka lakukan demi patuh pada keputusan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman.

Pada Januari 1948 para pejuang, rakyat biasa, pegawai dan resimen 40 Damarwulan melakukan Hijrah. Resimen dan rombongan rakyat yang ikut hijrah dengan berjalan kaki menuju desa Pakisaji kecamatan Kepanjen Malang. disini mereka diterima baik oleh Panitia yang mengatur Hijrah dan kemudain mendistribusikan rombongan hijrah ke sumber Pucung dan Dampit (Kabupaten Malang), Kesamben, Wlingi, Blitar dan lain-lain.

Semula tempat mengungsi lama resimen 40 Damarwulan terpencar di berbagai daerah, kemudian dapat berkumpul di Blitar. mereka mengungsi selama sekitar 4 bulan yang kesemuanya diurus panitia. tetapi setetlah 4 bulan beban konsumsi dan akomodasi seluruh anggota resimen ditanggung Komandan Sroedji. sungguh berat beban yang ditanggung Letkol Sroedji.

18 september 1948, Sroedji memimpin anak buahnya bertempur melawan PKi di Blitar sampai tumpas. setelah peristiwa PKI Madiun, Resimen 40 Damarwulan berubah nama menjadi Brigade Mobil Damarwelan. kesatuan lain diantaranya TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), Kepolisian dan Batalyon AngkatanDarat menggabung pada Brigaade tersebut untuk menumpas sisa-sisa lasykar pendukug PKI yang memberontak di Madiun. Kesatuan ini dijuluki SGAP (Staf Gabugnan Angkatan Perang) yang struktur lainnya adalah: Letkol Moch Mochammad Sroedji sebagai Komandan Brigade, Kepala Staf adalah Major Imam Soekarto, Kepala Kesehatan merangkap R Residen Militer Karesedenan Besuki adalah Letkol dr Soebandi, Komandan Batalyon 25 adlah Major Syafioddin, Komadan Batalyon 26 adalah Major EJ Magenda, Komandan Batalyon 27 aadalah Major Soedarmin, Komandan Batalyon Depo adalah major darsan Iroe, Ex pangkalan X ALRI/KOMDI adalah Kapten Bintoro, sekretariat adalah Lettu O Djajadi, Kapten Soeratmana sebagai PASI 1, PASI 2 adalah Lettu Machfucz. PASI 3 adalah Kapten Moesyarfan, Perlengakapan adalah Lettu Soetardjo, PA Kendaraan/ Angkutan adalah Lettu Soetjipto, PA Persenjataan adalah Lettu Adidarmo, PA Pekerja istimewa adalah Lettu Noegroho. dalam operasi di Blitar tersebut Brigade menuai sukses.
Kemudian