Minggu, 06 Juli 2014

Intelektualitas itu ...

Seulit mencari satu definisi makhluk apa itu intelektual.  Intelektualisme dan intelektual hanya bisa dipahami melalui kasus dan konteks.

Pendefinisian hanya melahirkan kartu normatif yang bisa berjumlah banyak di meja definisi.  Mungkin sama rumitnya ketika mendefinisikan kebudayaan dalam satu frasa.  Kebudayaan adalah kata jamak makna, akan tereduksi jika dipaksa padat dalam sebuah kalimat.

Intelektualisme berhubungan dengan peran berpikir dan merefleksikan.  Kata al qalb dalam islam sering salah dipahami sebagai "hati" karena secara biologis itu adalah lever, tempat darah dialiri seluruh tubuh.  Menurut  quraish Shihab, al qalb dalam Al Quran berhubungan dengan kata al aql, yaitu pikiran dalam bentuk kata kerja (ta'qiluun), bukan kata benda yang tak lain adalah "otak" (al lmukhn).  ini bertemu dengan maksud filsuf Jerman abad pencerahan, Immanuel Kant; Kebenaran hanya mungkin diperoleh dengan bekerjanya pikiran jernih, yaitu hati nurani atau nalar.  Hati nrani bukan naluri karena naluri malas dan tidak diasah akan tersesat dan berbelon (Kant, The Critique of Pure Reaso, diterjemahkan oleh DMJ Meiklejohn, 2010).

Intelektualisme itu, menurut Daoed Joesoef (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1978-1983):
1.  Menghayati peran vokasi yang berbobot budaya
2.  Memilih peran sosio-politis untuk perubahan
3.  kesadaran mengacu kepada universalitas
4.  menciptakan ide-ide kultural dan menjalankannya
5.  pembangkangan yang bertanggung jawab
6.  suatu pancaran nurani yang bersih dan berimbang.

Sehingga, intelektual tak mengacu pada satu profesi.  Para akademisi belum tentu intelektual.  Namun, pekerja vokasional berelam kultural bisa disebut intelektual.  Seperti agamawan yang marah kepada umat yang mengobarkan kebencian, pengetahuan yang berpadu dengan pancaran nurani akan jadi pijakan kuat melakukan perubahan, mulai dari sivitas akademika hingga sosial.  Namun sayangnya, pilihhan ini jarang dijejaki.  Tak jarang akademisi yang kebetulan menjabat di birokrasi di kampus dan pemerintahan jadi konformis: tak melakukan hal-hal penting, nyaman tanpa berpikir kritis, bahkan ikut mempraktikkan ketidakadilan dan manipulasi.

Jumat, 04 Juli 2014

Sindrom Anak Kota

Kepada mereka yang jarang mengajak anak berkomunikasi menggunakan kata-kata, merangkai kalimat ... atau membacakan cerita menjelang tidur.
Kepada mereka yang sibuk dengan pekerjaan demi memberikan yang terbaik pada buah hati, hingga hanya gadget dan pintu tertutup, pagar tinggi mengelilingi rumah.
Kepada mereka yang pada akhirnya, di suatu saat, permainan digital pada gadget dan makanan kesukaan kerap diberikan agar tak rewel sehingga kemampuan berbicara anak menjadi terlambat...

selamat datang di sebuah era Sindrom Anak Kota

Mereka kebanyakan tinggal di kompleks perumahan ata apartemen dengan interaksi antar tetangga yang kurang.  Anak-anak itu minim stimulasi, hanya berteman gadget untuk bermain.  tak banyak beraktivitas fisik, dan minim pengalaman untuk memperkaya bagasa.  Akibatnya, kemampuan bicaranya kurang dan kekayaan bahasanya minim.

Kemampuan bicara, diantaranya terkait irama dan kelancaran bicara.  Adapun kemampuan bahasa berhubungan erat dengan pamahaman kata dan ekspresi.  Ada anak yang pemahaman bahasanya sudah bagus, tetapi sulit mengekspresikannya dalam kalimat.  Ada anak yang sudah bisa berbicara bahasa inggris, tetapi mengaku tidak paham ketika ditanya apa arti yang diucapkannya.